6 Jenis Baju Adat Betawi dan Aksesorisnya, Penuh Warna dan Makna!

0
5/5 - Vote count: 76 votes

Jenis Baju Adat Betawi dan Aksesorisnya, Penuh Warna dan Makna – Jakarta tak pernah kehabisan hal menarik untuk dibahas. Mulai dari deretan wisata yang memanjakan mata, daftar tempat kuliner yang menggoyang lidah, hingga sejarah dan kebudayaan yang sarat akan makna.

Ragam Baju Adat Betawi yang Penuh Warna dan Makna
Ragam Baju Adat Betawi yang Penuh Warna dan Makna (Sumber: Pinterest)

Meski lekat dengan kesan metropolitan, sejarah panjang kota ini masih lestari sebagaimana terlihat dari berbagai unsur kebudayaan yang menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat.

Salah satunya baju adat Betawi, yang menjadi identitas suku asli Jakarta. Kalau Knittopreneurs penasaran dengan pakaian adat Betawi, yuk simak pembahasannya di sini!

Sekilas Mengenai Suku Betawi

Menurut catatan sensus penduduk tahun 1950 sebagaimana yang tertuang dalam buku “Pakaian Adat Tradisional Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta” yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penduduk kota Jakarta atau Batavia terdiri dari beragam suku bangsa.

Berbagai etnis Nusantara seperti suku Jawa, Melayu, Sunda, Bugis, Batak, Ambon, dan Bali, serta mancanegara seperti Arab, Inggris, Belanda, dan Portugis merantau ke Batavia yang saat itu menjadi pusat pemerintahan sekaligus perdagangan Hindia Belanda.

Percampuran ini melahirkan kelompok baru yang dikenal sebagai Orang Betawi. Nama Betawi sendiri awalnya berasal dari kata Batavia. Namun seiring waktu, namanya berganti karena menyesuaikan dengan lidah masyarakat lokal.

Sejak dulu, orang Betawi hidup tersebar di berbagai wilayah, baik dalam wilayah administratif Jakarta maupun di luar wilayah administratif seperti di Cisalak, Bekasi, dan Tangerang. 

Sayangnya, sebagai penduduk asli Jakarta, suku Betawi tak lagi dominan dari segi jumlah dan peran karena banyaknya pendatang yang memadati kota ini. Berbeda dengan daerah lain, seperti Jawa Barat yang masih didominasi suku aslinya, yakni etnis Sunda.

Baca Juga: Mengenal Apa Itu Batik Betawi dan 9 Motifnya yang Khas

Sejarah Baju Adat Betawi

Sejarah pakaian adat Betawi berawal dari abad ke-15, saat masyarakat Batavia mulai mengenal pakaian tradisional. 

Pada masa kolonial Belanda, pakaian adat ini berkembang sebagai bagian dari politik pecah-belah, di mana Belanda mencoba menciptakan jarak antara pegawai pribumi dengan masyarakat umum. 

Contohnya, para pejabat mandor diberikan pakaian dinas khusus berupa baju lengan panjang dengan kerah, celana panjang, dan penutup kepala seperti liskol (sejenis blangkon). 

Pakaian ini juga dilengkapi dengan lencana kroon sebagai simbol kekuasaan, dasi kupu-kupu, sepatu, dan kaos kaki panjang, serta kelewang atau pedang sebagai senjata.

Seiring waktu, pakaian dinas tersebut diadaptasi menjadi pakaian adat yang dikenal sebagai Abang Jakarta. 

Pakaian ini sering digunakan dalam acara resmi, seperti upacara pernikahan atau sebagai busana pendamping None Jakarta ketika menyambut tamu kehormatan Gubernur Jakarta.

Kehadiran berbagai bangsa dari beragam etnis di Batavia, termasuk etnis Tionghoa, Arab, dan Melayu, turut memperkaya budaya dan pakaian adat Betawi. Hal ini terlihat dari motif, model, ornamen, dan corak pakaian adat Betawi yang beragam. 

Misalnya, masyarakat Betawi mulai mengenakan kebaya, yang memiliki kemiripan dengan busana orang Jawa dan Sunda pada abad ke-19. 

Batik pesisir yang berkembang di Jakarta juga memperlihatkan pengaruh Pekalongan dengan warna-warna cerah dan motif bunga, serta corak kepala tumpal dari Lasem yang oleh orang Betawi disebut “ujung tombak.”

Tak sampai di situ, pakaian sadariah yang dikenakan oleh laki-laki Betawi juga mendapatkan pengaruh dari busana tradisional Sunda. Bahkan, pakaian pengantin sunat Betawi banyak terinspirasi oleh gaya pakaian Arab dan Tionghoa. 

Bisa dikatakan, baju adat Betawi adalah cerminan perpaduan berbagai kebudayaan, termasuk Jawa, Sunda, Islam, Tionghoa, dan Melayu, yang membentuk identitas khas masyarakat Betawi hingga kini.

Jenis Baju Adat Betawi dan Kegunaannya

Budaya Betawi merupakan hasil interaksi dan asimilasi budaya lokal dengan budaya lain seperti Melayu, Arab, Tionghoa, dan Belanda seperti terlihat jelas dari busana tradisionalnya. 

Perpaduan berbagai suku bangsa melahirkan berbagai jenis baju adat Betawi yang beragam model serta kegunaannya. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, Knittopreneurs bisa intip penjelasan Minto!

Baju Sadariah

Ilustrasi Baju Adat Betawi Baju Sadariah
Ilustrasi Baju Adat Betawi Baju Sadariah (Sumber: Pinterest)

Baju Sadariah adalah pakaian adat Betawi yang dipakai oleh kaum pria yang dipasangkan dengan kebaya encim.

Knittopreneurs akan banyak melihat masyarakat mengenakan baju adat Betawi ini di acara besar seperti festival Abang None dan Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Pakaian ini memiliki desain yang sederhana tapi terkesan elegan, mirip dengan baju koko dari budaya Tionghoa dengan potongan lengan panjang, kerah model shanghai (kerah tertutup), dan kancing di bagian depan. 

Baju ini umumnya terbuat dari kain katun, sutra, atau linen yang ringan dan nyaman dikenakan sehari-hari. 

Biasanya, baju adat Betawi untuk pria ini dipadukan dengan celana panjang berwarna gelap, peci hitam sebagai penutup kepala, dan sarung atau cukin yang dililitkan di leher.

Celana yang dikenakan sendiri biasanya berwarna gelap atau bermotif batik. Pemilihan celana akan menjadi acuan untuk alas kaki yang digunakan. 

Jika mengenakan celana panjang berwarna gelap, maka sepatu pantofel yang akan melengkapi penampilan. Namun jika celana panjang motif batik yang dipilih, maka sandal terompah yang akan dikenakan sebagai alas kaki.

Erat dengan nilai-nilai Islam, pakaian ini kerap dipakai dalam acara-acara religius, seperti salat Jumat, pengajian, atau perayaan hari besar Islam. Kesederhanaannya menggambarkan sikap rendah hati dan keteguhan dalam menjalankan ajaran agama. 

Dalam perkembangannya, baju Sadariah tidak hanya digunakan oleh kaum pria Betawi, tetapi juga menjadi ikon busana yang dipertahankan dalam berbagai kesempatan formal maupun adat, menjadikannya simbol kebanggaan masyarakat Betawi hingga saat ini.

Baju Kebaya Encim

Potret Pak Joko Widodo dan Ibu Iriana Mengenakan Baju Adat Betawi
Potret Pak Joko Widodo dan Ibu Iriana Mengenakan Baju Adat Betawi

Kalau sebelumnya diperuntukkan laki-laki, perempuan Betawi juga memiliki baju adat yang khas dan anggun, yakni kebaya encim. Kebaya ini memiliki pengaruh yang kuat dari budaya Tionghoa, terutama dari komunitas Tionghoa Peranakan yang bermukim di Batavia.

Dilansir laman Seni Budaya Betawi, kebaya encim pertama kali muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan gelombang migrasi masyarakat Tionghoa ke Nusantara. 

Pada masa itu, kebaya ini dikenal sebagai “Kebaya Nyonya” karena kerap dikenakan oleh para nyonya atau perempuan peranakan Tionghoa yang sudah menikah. 

Nama “encim” sendiri berarti “bibi” dalam bahasa Tionghoa, sehingga kebaya encim bisa diartikan sebagai kebaya yang dikenakan oleh perempuan yang sudah dewasa atau menikah.

Sebelum adanya pakaian ini, para perempuan peranakan Tionghoa sering memakai baju kurung, yang panjang dan tidak praktis untuk dipakai sehari-hari. 

Namun seiring waktu, saat Kekaisaran Tiongkok runtuh pada tahun 1911, komunitas Tionghoa di Indonesia mulai mengadopsi gaya busana ala Eropa. 

Para nyonya Tionghoa terinspirasi oleh kebaya katun tipis yang dikenakan oleh noni-noni Belanda. Namun, bukannya meniru sepenuhnya, mereka memodifikasi kebaya tersebut dengan menambahkan bordir, warna, dan corak khas Tionghoa. 

Salah satu ciri khas dari Kebaya Encim adalah bagian bawah kebaya yang meruncing ke depan, yang disebut dengan “Sonday,” serta bentuknya yang mengikuti lekuk tubuh.

Pakaian ini biasanya terbuat dari bahan yang ringan dan transparan seperti sutra atau brokat, serta hadir dengan model leher V (V-neck) yang membuatnya terlihat elegan ketika dikenakan. 

Kebaya ini biasanya dipadukan dengan rok lilit batik berwarna cerah, sehingga menambah kesan indah dan feminim bagi wanita yang memakainya.

Pakaian ini tidak hanya dikenakan dalam keseharian, tetapi juga dalam acara resmi, seperti upacara pernikahan, pemilihan Abang None Jakarta, dan berbagai upacara adat lainnya. 

Kebaya encim menjadi simbol keterbukaan budaya Betawi dalam menyerap unsur-unsur luar tapi tetap mempertahankan nilai tradisional. 

Untuk melengkapi penampilan, rambut wanita yang mengenakan kebaya encim akan dihias dengan sanggul. Beberapa juga akan memasang kerudung dengan sedikit menampakkan rambut di bagian depan. Sedangkan untuk wanita berhijab akan mengenakan jilbab dengan warna senada.

Baca Juga: Rekomendasi Model Kebaya Cantik dan Elegan, Wajib Punya!

Baju Demang

Potret Bapak Joko Widodo saat Mengenakan Baju Adat Betawi
Potret Bapak Joko Widodo saat Mengenakan Baju Adat Betawi

Baju demang merupakan baju adat pria Betawi yang sering digunakan oleh para bangsawan atau tokoh masyarakat pada masa lalu. 

Pakaian ini terkesan lebih formal dibandingkan baju sadariah, karena dilengkapi dengan potongan jas yang panjang dan rapi. 

Jas ini biasanya dipadukan dengan kain batik yang dililitkan di pinggang, yang juga dikenal dengan kain ujung serong serta penutup kepala berupa blangkon atau liskol. 

Warna-warna gelap seperti hitam biasanya mendominasi, karena melambangkan kewibawaan dan kehormatan.

Pakaian ini umumnya dikenakan dalam acara resmi atau upacara adat yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, contohnya Pak Joko Widodo mengenakannya pada Sidang tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI 2024 pada Jumat (16/8).

Baju demang juga dilengkapi dengan aksesoris tambahan, seperti selendang dan tongkat, yang memberikan kesan lebih megah. 

Meskipun terkesan kuno, baju adat Betawi ini masih tetap dipertahankan dalam upacara adat, khususnya dalam prosesi-prosesi yang melibatkan para pemuka adat atau pejabat, menjadikannya salah satu simbol status dan kehormatan dalam budaya Betawi.

Baju Pangsi

Ilustrasi Baju Adat Betawi Baju Pangsi
Ilustrasi Baju Adat Betawi Baju Pangsi (Sumber: Pinterest)

Pada mulanya, pakaian adat Betawi satu ini dipakai oleh jawara atau pendekar. Baju pangsi merupakan satu setel pakaian yang terdiri atas baju tikim dan celana pangsi. 

Seperti baju sadariah, baju ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok. Ini bahkan terlihat dari penggunaan bahasa Hokkian untuk penamaannya, yaitu Tui Kim untuk baju tikim dan Phang Si untuk celana pangsi. 

Tikim memiliki model leher bulat dengan lengan panjang, serta ukurannya lebih longgar dibanding tubuh pemakainya. Ini bertujuan untuk memberikan kebebasan bergerak mengingat baju adat Betawi ini diperuntukkan pendekar atau jawara.

Baju ini dipadukan dengan celana pangsi, yang juga longgar dengan ikat pinggang lebar. Dalam tradisi, para pendekar sering kali mengenakan kaos putih polos di dalam baju tikim dan membawa kain sarung yang dililitkan di leher.

Baju tikim dan celana pangsi memiliki warna-warna dengan makna simbolis, seperti putih untuk pemuka agama, hitam untuk para centeng, dan merah untuk mereka yang dianggap memiliki kemampuan silat dan pengetahuan agama tinggi. 

Peci merah juga memiliki arti khusus, menandakan seorang yang dihormati atau berpengalaman. Meskipun pakaian ini dulunya dikenakan oleh pendekar, kini baju tikim dan celana pangsi juga digunakan dalam berbagai acara seni dan budaya.

Busana Pernikahan Betawi

Ilustrasi Baju Adat Betawi untuk Pengantin
Ilustrasi Baju Adat Betawi untuk Pengantin (Sumber: Pinterest)

Baju pernikahan adat Betawi adalah salah satu busana pengantin yang paling menarik di Indonesia. 

Seperti halnya baju pengantin dari daerah lain, busana ini mencerminkan makna sakral dari pernikahan sebagai momen penting dalam kehidupan. 

Keunikan baju pengantin Betawi terletak pada perpaduan berbagai budaya—Arab, Tionghoa, India, dan Eropa—yang menghasilkan tampilan yang begitu indah dan khas. 

Bagi Knittopreneurs yang penasaran, yuk kita simak lebih dalam tentang detail setelan pakaian pengantin adat Betawi ini!

Dandanan Care Haji (Pakaian Pengantin Pria)

Untuk mempelai pria, pakaian pengantin disebut Dandanan Care Haji. Setelan ini terdiri dari jubah panjang yang berwarna cerah, dilengkapi dengan penutup kepala berupa sorban. 

Warna sorban biasanya disesuaikan dengan warna jubah, dan sering dihiasi dengan manik-manik yang membuatnya tampak lebih elegan. 

Salah satu ciri khas dari pakaian ini adalah untaian bunga melati yang menjuntai di bahu sebelah kiri, melambangkan keharuman dan kesucian dalam ikatan pernikahan. 

Tampilan keseluruhan Dandanan Care Haji memberikan kesan anggun dan religius, mencerminkan perpaduan budaya Betawi dengan pengaruh Arab.

Dandanan Care None Pengantin Cine (Pakaian Pengantin Wanita)

Sementara itu, mempelai wanita mengenakan pakaian pengantin yang disebut Dandanan Care None Pengantin Cine, yang merupakan perpaduan dari berbagai elemen budaya. Setelan ini terdiri dari pakaian atas, bawahan, mahkota, dan beragam aksesoris, seperti:

  • Tuaki (Baju Atas)

Bagian atas pakaian pengantin wanita berupa blus yang terkenal dengan model baju kurung Melayu dan Shanghai Tiongkok. 

Tuaki dihiasi dengan manik-manik berwarna emas yang berkilau, terutama di bagian dada, bahu, dan ujung lengan. 

Kilauan manik-manik ini memberikan kesan glamor dan mewah, mencerminkan status sosial mempelai wanita.

  • Kun (Baju Bawah)

Kun adalah bawahan berupa rok yang melebar di bagian bawah dan panjang hingga mata kaki. 

Hiasan benang tebar pada rok ini menambah keindahan keseluruhan busana, menciptakan kombinasi yang harmonis antara atas dan bawahan.

  • Teratai

Aksesoris ini berupa hiasan bunga yang terbuat dari beludru dan logam dengan motif bunga tanjung. 

Teratai diletakkan di bahu dan dada, terdiri dari delapan lembar yang disusun rapi dan simetris. 

Penambahan Teratai memperkaya tampilan pengantin wanita, memberikan nuansa keanggunan dan keseimbangan.

  • Sanggul dan Tusuk Konde

Pengantin wanita Betawi memakai sanggul yang dipermanis dengan tusuk konde, aksesoris yang memiliki bentuk menyerupai huruf “Lam” dalam bahasa Arab. Huruf ini melambangkan keesaan Allah, memberikan kesan religius dalam busana pengantin.

  • Siangko Bercadar

Siangko bercadar adalah penutup wajah yang terbuat dari emas atau perak. Meski tidak sepenuhnya menutupi wajah, aksesoris ini melambangkan kesucian seorang gadis dan status sosialnya. 

Siangko yang menjuntai ke depan sering kali dikenakan oleh mempelai dari kalangan menengah ke atas, membuat penampilan mereka menjadi lebih anggun dan mewah.

  • Kembang Goyang dan Burung Phoenix

Hiasan kepala ini terdiri dari dua puluh kembang goyang dan empat hiasan berbentuk burung Phoenix. 

Burung Phoenix, yang dikenal sebagai simbol kebahagiaan, diharapkan membawa kemakmuran dan keberuntungan dalam rumah tangga pasangan pengantin.

  • Kalung Tebar, Sumping, dan Kerabu

Kalung tebar menghiasi leher pengantin, sedangkan sumping atau hiasan telinga memiliki kepercayaan bahwa jika dikenakan oleh wanita yang tidak perawan, bisa menyebabkan pusing atau bahkan pingsan. 

Perhiasan lainnya adalah kerabu, yaitu kombinasi antara anting dan giwang yang melengkapi penampilan mewah pengantin.

Baca Juga: Memahami Kain Jarik, Ciri Khas, 7 Fungsi dan Jenis-jenisnya

Aksesoris yang Melengkapi Baju Adat Betawi

Ilustrasi Aksesoris untuk Melengkapi Baju Adat Betawi
Ilustrasi Aksesoris untuk Melengkapi Baju Adat Betawi (Sumber: Pinterest)

Aksesoris untuk baju adat Betawi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tapi juga sarat dengan makna simbolis yang mencerminkan status sosial, kebanggaan budaya, serta nilai-nilai spiritual yang dipegang oleh masyarakat Betawi. 

Minto sudah merangkum ragam aksesoris yang mempercantik dan melengkapi baju adat Betawi:

Peci

Peci adalah aksesoris yang wajib dikenakan oleh pria Betawi saat mengenakan pakaian adat. Peci hitam menjadi simbol kesederhanaan dan kerendahan hati, serta mencerminkan identitas pria Muslim. 

Dalam acara-acara formal, peci sering dipadukan dengan baju sadariah atau baju demang. Di kalangan masyarakat Betawi, peci bukan sekadar penutup kepala, tetapi juga lambang kehormatan dan kedewasaan.

Blangkon atau Liskol

Blangkon atau liskol adalah penutup kepala yang sering digunakan oleh pria Betawi dalam acara adat resmi. Aksesoris ini umumnya dikenakan bersama baju demang atau baju abang. 

Dengan desain yang mirip blangkon Jawa, blangkon Betawi memiliki ciri khas tersendiri yang menambah kesan wibawa dan kehormatan bagi pemakainya. Blangkon menjadi simbol kebanggaan pria Betawi dan digunakan untuk menandakan status sosial.

Benggol

Benggol, yang sering dipakai sebagai kalung oleh pria maupun wanita, terbuat dari emas dan memiliki bentuk bundar yang khas. 

Bros rantai ini melambangkan kemakmuran dan status sosial yang tinggi, serta kerap digunakan dalam acara-acara penting seperti pernikahan adat Betawi. 

Kilau emas pada benggol menambah kesan mewah dan elegan dalam setiap penampilan.

Bros

Bros menjadi elemen penting dalam mempercantik kebaya encim. Bros kebaya Encim biasanya terbuat dari logam mulia dengan desain yang rumit dan sering dihiasi dengan batu permata berwarna-warni. 

Penempatannya di bagian depan kebaya, tepat di tengah dada, memberikan sentuhan anggun sekaligus menjaga kebaya tetap rapi. Bros ini juga memperkuat unsur kebangsawanan dan keanggunan pemakainya.

Perhiasan seperti gelang dan cincin

Gelang dan cincin menjadi perhiasan yang menambah kemewahan penampilan pengantin Betawi. Gelang yang dikenakan terbuat dari emas atau perak dengan ukiran yang halus, menciptakan kesan feminin dan elegan. 

Sementara itu, cincin dengan batu mulia berukuran besar atau desain klasik menjadi simbol komitmen dan ikatan suci dalam pernikahan. Aksesori ini sering kali diwariskan sebagai pusaka keluarga.

Selendang

Selendang sering digunakan sebagai pelengkap baju adat pria maupun wanita Betawi. Bagi pria, selendang biasanya dililitkan di pinggang atau diletakkan di pundak, sedangkan wanita memakainya di bagian bahu untuk menambah kesan anggun. 

Selain fungsional, selendang juga memiliki nilai estetika tinggi, terutama yang dibuat dari bahan berkualitas seperti sutra dengan motif yang khas.

Kain Ujung Serong

Kain ujung serong menjadi ciri khas pakaian adat pria Betawi, terutama dalam baju demang. Kain batik atau songket ini dililitkan di pinggang dengan ujung kain dibiarkan menjuntai ke samping. 

Penggunaan kain ujung serong tidak hanya menambah keindahan visual, tetapi juga melambangkan kerapihan dan kehormatan dalam acara-acara adat.

Itulah penjelasan mengenai baju adat Betawi, dari asal-usul, jenis, dan aksesoris yang dikenakan untuk melengkapinya. Semoga pembahasan ini memberikan wawasan untuk Knittopreneurs sebagai upaya untuk melestarikan warisan budaya Indonesia!

TOKO BAHAN KAOS KNITTO BANDUNG

Jl. Kebon Jukut No. 15, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Telepon: (022) 4214962

Jl. Holis No. 35, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Telepon : (022) 20589089

TOKO BAHAN KAOS KNITTO YOGYAKARTA

Jl. HOS Cokroaminoto 162A, Yogyakarta

Telepon : (0274) 5017513

TOKO BAHAN KAOS KNITTO SEMARANG

Jl. Jenderal Sudirman No. 300 – 302, Semarang

Telepon: (024) 760-728-5

TOKO BAHAN KAOS KNITTO SURABAYA

Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No 27, Surabaya (MERR)

Telepon: (031)5937700

Official WhatsApp: 082120003035

Email : [email protected]