Mengenal 9 Macam Baju Adat Aceh yang Penuh Filosofi dan Makna

0
5/5 - Vote count: 79 votes

Mengenal 9 Macam Baju Adat Aceh yang Penuh Filosofi dan Makna – Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Salah satunya terwujud dalam baju adat.

Potret Penari Saman Mengenakan Baju Adat Aceh
Potret Penari Saman Mengenakan Baju Adat Aceh

Setiap baju adat memiliki filosofi, makna, dan keunikan tersendiri yang mencerminkan adat dan tradisi masyarakat lokal, tak terkecuali baju adat dari Aceh.

Sebagai bentuk upaya melestarikan warisan budaya Indonesia, mari berkenalan dengan sejarah dan macam-macam baju adat Aceh melalui ulasan Minto berikut ini!

Sekilas Mengenai Aceh

Potret Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Potret Masjid Raya Baiturrahman Aceh

 Aceh merupakan rumah dari berbagai suku yang tersebar di segala penjuru kota. Mayoritasnya merupakan etnis Aceh yang mendiami hampir seluruh wilayah Aceh kecuali Kab. Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua kabupaten tersebut dihuni oleh kelompok etnis Gayo. 

Ada pula etnis Aneuk Jamee yang menetap di daerah pesisir selatan dan barat. Suku ini bersinggungan secara langsung dengan etnis Kluet yang juga tinggal di wilayah sama. 

Sementara itu, wilayah tenggara dari Provinsi Aceh atau tepatnya di Lembah Alasan menjadi wilayah utama etnis Alas. 

Merupakan bagian kecil dari kelompok etnis Melayu di Aceh, etnis Tamiang menghuni daerah pantai timur. 

Selain etnis-etnis yang dijelaskan sebelumnya, ada pula pendatang yang rata-rata berasal dari Batak, Minangkabau, Jawa, orang Cina, dan masih banyak lagi.

Sejarah Baju Adat Aceh

Berada di lokasi strategis, Aceh menjadi pintu gerbang Indonesia dari bagian barat karena berhadapan dengan negara-negara tetangga. Sebut saja Malaysia, Srilangka, Bangladesh, Pakistan, dan India.

Hal ini menjadikannya sebagai jalur perdagangan penting di Asia Tenggara pada masa lampau. Dengan masuknya pedagang dari berbagai daerah, asimilasi budaya pun menjadi tak terelakkan. Salah satunya tercermin melalui pakaian adat masyarakat.

Bicara soal sejarah baju adat Aceh tak lepas dari masuknya agama Islam ke daerah yang dijuluki Serambi Mekkah ini. Aceh mulai berkenalan dengan Islam pada abad ke-13 atau bahkan sebelumnya.

Proses islamisasi di daerah ini juga terjadi cukup masif, sebagaimana terlihat dari unsur-unsur budaya masyarakat yang mulai disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. 

Pengaruh islam terlihat salah satunya melalui baju adat Aceh. Namun ada pula pengaruh budaya lain dalam baju ini, seperti India dan Melayu.

Desain pakaian yang tertutup, panjang, dan menutup aurat mencerminkan budaya Islam, sementara motif bordir emas menunjukkan adanya pengaruh budaya India. Kombinasi tersebut menghasilkan pakaian yang tak hanya indah, tetapi juga kaya akan nilai estetika dan spiritual.

Dulunya, pakaian adat Aceh mencerminkan status sosial seseorang. Sebab, pakaian ini semula dikenakan oleh kalangan bangsawan atau para raja. Namun saat ini, baju adat Aceh dipakai semua lapisan masyarakat.

Baca Juga: Menggali Nilai Budaya dalam Baju Adat Riau yang Unik dan Istimewa

Macam-Macam Pakaian Adat Aceh

Setiap etnis di Aceh tak hanya memiliki bahasa tradisional sendiri, melainkan juga pakaian adat yang berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh tradisi, nilai, dan makna simbolis setiap etnis. Mari kita selami macam-macam pakaian adat Aceh melalui ulasan berikut.

Pakaian Adat Suku Bangsa Aceh

Ilustrasi Baju Adat Aceh
Ilustrasi Baju Adat Aceh (Sumber: Pinterest)

Baju adat Aceh dikenakan oleh masyarakat di berbagai kesempatan, mulai dari sehari-hari hingga acara adat seperti pernikahan. Berikut ini di antaranya:

Pakaian Sehari-hari

Sehari-hari, masyarakat Aceh akan mengenakan pakaian yang nyaman untuk beraktivitas. 

Baju Adat Aceh Laki-laki

Sehari-hari, pemuda Aceh mengenakan pakaian yang terdiri dari celana dan baju. Umumnya, mereka memakai celana panjang berukuran besar dan longgar di bagian pinggang dan paha, serta menyempit di bagian kaki. 

Untuk bajunya, mereka mengenakan baju lengan pendek (bajee et sapai) atau baju lengan panjang yang menyerupai baju kurung. 

Guna melengkapi busana sehari-hari, pemuda juga menggunakan kain sarung atau ija pinggang yang dililitkan di atas celana. Tinggi sarung sendiri berbeda-beda. Ada yang di atas lutut dan di bawah lutut.

Hal ini didasarkan pada status sosial masyarakat. Jika mengenakan kain sarung sampai lutut, itu menunjukkan bahwa mereka berasal dari kaum bangsawan. Namun jika mengenakan di bawah lutut, mereka merupakan masyarakat biasa.

Di samping kain sarung, ada juga kain penutup kepala yang disebut tangkulok. Beberapa pemuda melengkapinya dengan sebilah rencong atau siwah yang diselipkan di pinggang.

Baju Adat Aceh Perempuan

Di kalangan para perempuan, baju adat Aceh yang dikenakan di antaranya celana, baju, kain pinggang, tali pinggang, selendang, dan sejumlah perhiasan sebagai pemanis.

Celana untuk wanita sama dengan laki-laki. Namun, celana perempuan akan disulam dengan motif bunga dan sulur daun. Sulaman ini biasanya dibedakan antara remaja perempuan dan wanita dewasa.

Sementara bajunya menyerupai baju kurung. Bajunya tidak memiliki kerah dan terdapat hiasan kasab yang disebut peuseumen pada bagian lehernya. Di ujung kedua tangannya juga diberikan sulaman kasab.

Sebagai pelengkap, mereka akan menggunakan selendang atau ija sawak. Selendang ini berbentuk lebar dan diselempangkan di atas bahu, serta dihias dengan bunga berwarna kontras. 

Tak lupa, perhiasan yang terbuat dari emas, suasa, dan perak akan mempercantik penampilan. Contohnya, anteng-anteng glunyung atau anting dan euntuk atau kalung. Dengan catatan, perhiasan yang digunakan sehari-hari ini tidak boleh terlihat berlebihan.

Pakaian Upacara Adat

Masyarakat Aceh sangat lekat dengan upacara adat, seperti perkawinan dan sunatan anak laki-laki. Biasanya, mereka akan mengenakan pakaian tradisional untuk menghadiri atau merayakan upacara tertentu.

Baju Adat Aceh Laki-laki

Untuk acara adat, baju adat Aceh yang dikenakan laki-laki biasanya terdiri dari celana, kain pinggang, baju, dan kopiah.

Bentuk celananya mirip dengan pakaian sehari-hari. Namun, bagian ujung kaki celananya disulam dengan motif bunga atau pilin tali. Celana yang disulam dengan motif bungong tunjong ini disebut siluweu metunjong.

Bagian atas celana pun akan dililit dengan sehelai kain pinggang yang disulam atau kain songket. Kain pinggang dipakai sebatas lutut atau naik sedikit di atas lutut. 

Bajunya sendiri berlengan panjang dan memiliki kerah cina. Baju ini memiliki aksen kancing dari emas, yang disebut boh dukma atau boh bajee Aceh (kancing baju Aceh).

Tak sampai di situ, para pria juga akan menutup kepala dengan kopiah meukutop yang bentuknya seperti topi pada bangsa Turki. Bentuknya tinggi dan terbuat dari kain yang dilapisi kapuk. 

Pada topi dililitkan juga selembar kain tangkulok yang bentuknya bulat di bagian depan dan segitiga yang tegak di bagian belakang. Kain ini digunakan untuk memperindah bentuk topi dan melambangkan keperkasaan seorang laki-laki.

Pada upacara adat, laki-laki akan mengenakan perhiasan meski jenisnya tak sebanyak perempuan. Perhiasan ini biasanya digunakan untuk kepala, pinggang, dan jari tangan.

Sebagai contoh, di pinggang, laki-laki akan mengenakan rencong dan siwah. Keduanya merupakan senjata tusuk tradisional yang khas di Daerah Aceh. 

Meski sekilas terlihat sama, namun kedua senjata ini memiliki perbedaan pada bagian gagangnya. Gagang rencong berbentuk melengkung, sedangkan gagang siwah berbentuk bulat dan ujungnya besar serta rata.  

Baju Adat Aceh Perempuan

Penampilan seorang perempuan dalam upacara adat di Aceh juga sangat diperhatikan. Dari ujung kepala hingga kaki, perempuan akan mengenakan baju adat Aceh seperti celana, baju, kain, selendang, dan perhiasan.

Pertama-tama, perempuan Aceh akan mengenakan celana panjang yang disebut celana Aceh. Karakteristiknya mirip dengan celana sehari-hari, dengan perbedaan motif sulam di ujung kaki. 

Untuk upacara adat, celananya disulam dengan motif sulur daun, pucok rebong, dan motif bunga seperti bungong awan-awan.

Warnanya beragam, seperti kuning, hijau, merah, dan hitam. Penggunaannya disesuaikan dengan status sosial. Namun saat ini, warna celana yang paling banyak dipakai adalah hitam.

Setelah memakai celana, perempuan akan mengenakan baju berlengan panjang dengan kerah bulat. Pada baju adat Aceh, biasanya tidak diberikan aksen emas atau kasab. Sebab, perempuan akan memakai berbagai perhiasan di tangan, dada, dan leher.

Pada wanita, perhiasan untuk kepala dan rambut meliputi patam dhoe, cucok ok atau cucok sanggoi, bungong tajok, priek-priek, dan dim ulee ceeumara. 

Cucok ok atau cucok sanggoi (tusuk rambut atau tusuk sanggul) hadir dalam berbagai bentuk. Beberapa berbentuk bungong sunteng (bunga sunting), bungong tajok (mirip bunga tanjung), bungong jeumpa (bunga cempaka), dan bungong ok (bunga rambut). 

Selain tusuk sanggul, ada juga perhiasan rambut lainnya, yaitu priek-priek dan ayeuk gumbak atau ulee ceumara. Priek-priek adalah perhiasan berbentuk rumbai yang digantung di sanggul, baik di kiri maupun kanan.

Sementara itu, ayeuk gumbak atau ulee ceumara adalah hiasan berbentuk putik bunga yang juga digantung di bagian belakang sanggul pada sisi kiri dan kanan.

Salah satu perhiasan yang wajib dikenakan di kepala adalah patam dhoi, yang menyerupai mahkota seperti yang dikenakan oleh seorang ratu dalam upacara resmi. Mahkota ini dihiasi dengan berbagai permata warna-warni dan dikenakan melingkar di dahi.

Baca Juga: Berkenalan dengan Baju Adat Minang untuk Pernikahan, Punya Corak dan Warna Segudang!

Pakaian Adat Suku Tamiang

Ilustrasi Baju Adat Aceh Tamiang
Ilustrasi Baju Adat Aceh Tamiang (Sumber: Pinterest)

Karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Melayu Langkat, suku Tamiang mempunyai persamaan dengan etnis Melayu. Perkawinan budaya antara suku tersebut dengan Aceh dapat terlihat melalui pakaian adat khasnya.

Pada dasarnya, masyarakat suku Tamiang memiliki baju tradisional yang mirip antara yang dikenakan sehari-hari dengan pakaian resmi. Perbedaannya hanya terletak pada perlengkapan yang digunakan dan cara mengenakannya.

Baju Adat Aceh Laki-laki

Laki-laki Tamiang akan mengenakan celana seluar yang panjang dan longgar dari pinggang sampai ujung kaki, baju teluk belanga yang berciri leher kerah bulat, berbentuk longgar, serta berlengan panjang. 

Untuk melengkapi penampilan, mereka juga akan memakai kain samping atau sarung. Kain ini digulung dari pinggang sampai lutut. 

Pelengkap pakaian untuk laki-laki di antaranya tali pinggang yang dipakai di atas gulungan kain samping, sebilah senjata yang disebut tumbuk lada dengan motif kepala burung (lekuk segi enam), dan selendang yang disilang di bahu dari kanan ke kiri. 

Terakhir, ada tengkulok yang dipakai di kepala, dengan dibentuk menjadi runcing ke atas.

Baju Adat Aceh Perempuan

Sedangkan untuk perempuan, mereka mengenakan baju panjang, kain, dan selendang. Umumnya, baju panjang ini memiliki panjang sedikit di atas lutut dan lengan yang lebar. 

Di masa lampau, kain sarung dibuat khusus, baik terbuat dari kain songket maupun dengan sulaman khusus. 

Saat ini, kain sarung sering kali disesuaikan dengan kain yang digunakan untuk baju, begitu pula dengan selendangnya, sehingga ketiga elemen ini (baju, kain, dan selendang) terlihat serasi. 

Selendang dikenakan dengan cara menyilang di dada dari kanan ke kiri. Jika kain sarung yang digunakan berupa kain bersulam atau songket, bagian punggung kain diletakkan di samping. 

Saat menikah, wanita Tamiang akan menggunakan perhiasan untuk melengkapi penampilannya. Salah satu yang penting adalah perhiasan kepala, seperti mahkota dan kembang goyang atau sanggul goyang. 

Mahkota dipasang di atas dahi, sementara kembang goyang disematkan pada sanggul. Selain itu, perhiasan lain yang umum dipakai meliputi gelang, bros, kalung, dan lainnya.

Pemilihan warna dalam tradisi juga memiliki nilai simbolis, karena warna mencerminkan identitas pemakainya. Warna-warna tertentu digunakan oleh kalangan tertentu saja. 

Misalnya, warna kuning sering dikhususkan bagi kalangan bangsawan dalam banyak kelompok etnis, termasuk etnis Tamiang. 

Sementara itu, warna hitam yang umumnya dikenakan rakyat biasa di beberapa etnis, justru digunakan oleh kalangan datuk dalam etnis Tamiang. 

Untuk rakyat biasa, tersedia pilihan pakaian yang memadukan warna kuning dan hitam, sebagai tanda keterkaitan dengan kelompok sosial yang lebih tinggi. 

Hal ini juga berlaku untuk perhiasan; bangsawan biasanya memakai perhiasan emas, sementara rakyat menggunakan manik-manik, yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi mereka.

Baju Adat Aceh Gayo

Ilustrasi Baju Adat Aceh Gayo
Ilustrasi Baju Adat Aceh Gayo (Sumber: Pinterest)

Dari segi fungsinya, pakaian tradisional masyarakat etnis Gayo terbagi menjadi dua kategori. Pertama, pakaian yang dikenakan sehari-hari. Kedua, pakaian yang dipakai untuk acara atau upacara tertentu.

Pakaian Sehari-Hari 

Pada pria, pakaian sehari-hari dalam baju adat Aceh Gayo memiliki beberapa macam, yaitu:

  1. Topi: Dikenal juga dengan istilah “bulang,” yang merupakan aksesoris kepala terutama untuk beribadah. 
  2. Baju: Baju pria Aceh mirip dengan baju pria umum di Indonesia. Namun didominasi warna hitam karena dianggap mampu memberikan kehangatan pada tubuh. Pemilihan warna ini berkaitan dengan letak wilayah Gayo di dataran tinggi yang memiliki suhu udara cukup dingin.
  3. Celana atau seruel: Menyerupai celana piyama tanpa pinggang. Terdapat detail berupa kantong di bagian depan untuk menyimpan barang, seperti rokok. 
  4. Kain: Biasanya dikenakan dengan disampirkan di bahu. Namun saat bertemu teman atau berada di rumah, kain ini akan diikat di pinggang.
  5. Pisau atau lopah: Perlengkapan yang hampir selalu digunakan oleh pria dewasa Gayo, menjadi bagian yang sudah menyatu dengan pakaian sehari-hari. Lopah ini diselipkan di pinggang sebelah kiri dan berfungsi sebagai senjata untuk perlindungan diri.

Namun untuk perempuan Gayo, ada seperangkat pakaian dan peralatan yang digunakan sehari-hari, seperti yang akan dijelaskan berikut:

    1. Baju lukup. Ini merupakan baju yang menyerupai kaos dengan bentuk leher yang bundar. Ada belahan kecil di bagian leher dengan panjang sekitar 10 cm untuk memudahkan pemakaian bajunya. Baju ini memiliki potongan yang ketat sehingga terlihat pas di badan. Ketatnya baju ini membuat bagian dada tampak rata sehingga menciptakan kesan bahwa pemakainya tidak memiliki dada yang menonjol.
    2. Pawak. Ini sejenis kain sarung yang digunakan sehari-hari, seperti mengunjungi teman, keluarga, atau mengaji.
    3. Ketawak. Ini merupakan ikat pinggang berbentuk kain panjang yang mirip stagen dan dihiasi sulaman khas yang disebut kerawang. Biasanya, ketawak hanya digunakan oleh gadis muda.
  • Upuh Ules.
  • Tajuk atau Kepies.

Pakaian Upacara Adat

Dalam kegiatan upacara, para pria mengenakan beberapa jenis pakaian dan perhiasan sebagai berikut: 

  1. Tupi atau Bulang: Sama dengan topi yang digunakan sehari-hari.
  2. Baju naru pumu: Baju berlengan panjang hitam yang dihiasi sulaman benang warna-warni.
  3. Pingang: Kain khusus yang dililitkan di pinggang sebagai aksesoris.
  4. Seruel naru: Celana panjang khusus yang dikenakan dalam upacara.
  5. Bulang pengkah: Sejenis tutup kepala yang terbuat dari kain panjang dengan ukuran yang sedikit lebih pendek, dikenakan untuk melengkapi pakaian.

Pakaian adat untuk wanita dewasa, terutama dalam acara upacara, terdiri dari beberapa elemen, yaitu tudung atau penutup kepala, baju, upuh atau aksesoris kain yang disampirkan di bahu, genit atau tali pinggang berupa rantai kecil, pawak atau kain sarung hitam yang disulam benang warna kontras.

Setiap elemen pakaian ini memiliki fungsi dan makna simbolis tersendiri yang mencerminkan tradisi dan adat masyarakat Gayo.

Baju adat Aceh tidak hanya menjadi identitas budaya yang kaya, tetapi juga merefleksikan nilai-nilai kehidupan masyarakatnya. 

Dari desain, warna, hingga motifnya, setiap elemen pakaian adat Aceh memiliki makna mendalam yang menggambarkan keberanian, kebijaksanaan, dan kemakmuran. 

Baik untuk kegiatan sehari-hari maupun upacara adat, pakaian ini tidak hanya berfungsi sebagai busana tetapi juga menjadi simbol kebanggaan dan warisan leluhur. 

Baca Juga: Mengenal 9 Baju Adat Sumatera Utara, Banyak Ragamnya!

Dengan keunikan dari setiap suku, pakaian adat ini memperlihatkan keberagaman yang patut dilestarikan. Sebagai generasi penerus, menjaga dan menghormati tradisi ini adalah bentuk nyata dari cinta terhadap kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai.

TOKO BAHAN KAOS KNITTO BANDUNG

Jl. Kebon Jukut No. 15, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Telepon: (022) 4214962

Jl. Holis No. 35, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Telepon : (022) 20589089

TOKO BAHAN KAOS KNITTO YOGYAKARTA

Jl. HOS Cokroaminoto 162A, Yogyakarta

Telepon : (0274) 5017513

TOKO BAHAN KAOS KNITTO SEMARANG

Jl. Jenderal Sudirman No. 300 – 302, Semarang

Telepon: (024) 760-728-5

TOKO BAHAN KAOS KNITTO SURABAYA

Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No 27, Surabaya (MERR)

Telepon: (031)5937700

Official WhatsApp: 082120003035

Email : [email protected]