Berkenalan dengan Baju Adat Minang untuk Pernikahan, Punya Corak dan Warna Segudang! – Halo Knittopreneurs! Kembali lagi dengan Minto dan pembahasan mengenai baju adat. Kali ini, kita akan membahas mengenai pakaian tradisional, dari salah satu suku yang populasinya paling besar di Sumatera Barat.
Yup, tak lain dan tak bukan adalah suku minang, atau yang kerap disebut juga dengan Minangkabau. Sama seperti suku-suku lainnya yang ada di Indonesia, masyarakat minangkabau juga punya keunikan dari segi masyarakat dan budaya yang menjadikannya kaya. Hingga saat ini, menurut situs Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Kemdikbud, sudah ada 74 karya budaya yang ditetapkan lho!
Umumnya, baju adat minang kerap digunakan untuk upacara atau acara adat lainnya yang bersifat spesial. Maka dari itu, Minto ingin mencoba membahas yang khususnya dipakai untuk pernikahan.
10 Bagian dari Baju Adat Minang untuk Upacara Pernikahan
Upacara pernikahan di adat Minangkabau dilangsungkan dengan cukup meriah. Beberapa daerah bahkan mengadakan rangkaiannya berhari-hari, dan tidak dilangsungkan semata-mata dalam sehari semalam.
Baju adat minang yang dipakai oleh kedua mempelai pun bisa berbeda-beda, tergantung prosesi adatnya sedang berada di tahap apa. Namun, pada resepsinya, ini dia komponen-komponen yang menyusun beserta maknanya secara lengkap.
Sebagai referensi Knittopreneurs, Minto ambil informasinya dari buku Pakaian Pengantin dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau Padang ya!
Baca Juga: Bercerita dengan Baju Adat Bali Wanita yang Penuh Makna
Baju Adat Minang Anak Daro (Pengantin Perempuan)
“Anak daro” merupakan sebutan bagi pengantin perempuan di ranah Minang, yang diibaratkan sebagai ratu sehari di hari pernikahannya. Baju adat minang yang dipakai oleh pengantin perempuan daerah Rantau Pesisir (Padang) akan terdiri dari:
Baju Kurung
Baju kurung merupakan pakaian tradisional yang sangat penting dalam budaya Melayu, termasuk Minangkabau. Pakaian ini memiliki desain yang longgar dan sederhana, namun, untuk upacara pernikahan, biasanya dihiasi dengan aksen sulaman atau bordir di ujung lengan dan bagian bawah.
Untuk bahannya, baju kurung pengantin Minangkabau biasanya dibuat dari sutera. Bahan yang diimpor dari Cina sejak zaman kuno ini sering dihiasi dengan sulaman benang emas. Atau, bahan seperti beledru dari Persia dan cindai dari India juga digunakan di masa lalu sebagai bagian dari baju adat minang.
Makna dan Filosofi dari Baju Kurung:
- Lambang kesejukan dan kedamaian – Desain longgar baju kurung, dengan lengannya yang lebar, melambangkan kesejukan yang dibawa oleh perempuan dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.
- Sulaman benang emas – Hiasan sulaman emas pada baju kurung pengantin menggambarkan kemakmuran dan keberadaan perempuan sebagai pewaris dan penerus keturunan dalam budaya Minangkabau.
- Perempuan sebagai penjaga nilai-nilai adat – Perempuan yang mengenakan baju kurung diharapkan mengikuti norma-norma adat, berperan dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, serta bersikap sabar dan bijak dalam menghadapi cobaan.
Sarung atau Kodek
Kemudian, kain sarung atau kodek adalah bagian dari baju adat minang yang dijadikan bawahan oleh pengantin perempuan. Bahan yang digunakan umumnya adalah tenunan songket, tenunan asli Minangkabau yang memiliki nilai simbolis dan filosofis yang mendalam.
Motif yang digunakan pada songket berakar dari budaya Minangkabau dan mengandung filosofi “Alam takambang jadi guru”, yaitu konsep belajar dari alam. Setiap motif songket melambangkan nilai-nilai kehidupan yang mendalam, seperti motif pucuk rebung yang menggambarkan kehidupan yang bermanfaat.
Makna dan Filosofi dari Sarung Songket:
- Lambang Kehidupan dan Kekuatan Keluarga – Dalam pepatah Minangkabau, sarung songket balambak menggambarkan nilai-nilai seperti kebersamaan, kekuatan keluarga, dan sikap hidup yang penuh toleransi. Motif-motif seperti pucuk rebung, bada mudiak, dan itiak pulang patang mencerminkan pentingnya kehidupan yang harmonis dan bermanfaat dalam masyarakat.
- Lambang Kerukunan – Motif bada mudiak menggambarkan kerukunan hidup bermasyarakat, di mana setiap individu hidup searah dan serasi dalam tujuan bersama, mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan.
Tokah atau Selendang
Tokah adalah sejenis selendang panjang dalam rangkaian baju adat minang yang dililitkan pada tubuh pengantin perempuan. Fungsinya tidak semata-mata sebagai hiasan, namun juga sebagai penutup aurat. Tokah membawa pesan bahwa pengantin perempuan, atau anak daro, harus menutup bagian tubuh yang dianggap tabu dilihat orang lain. Dalam pepatah, ini diungkapkan sebagai “penutup malu di dada.”
Makna dan Filosofi dari Tokah atau Selendang:
- Motif Pucuk Rebung – Desain tokah pada baju adat minang sering menggunakan motif yang melambangkan kehidupan yang berguna dan berharga dalam budaya Minangkabau. Motif ini juga dianggap sakral dan sering terlihat pada elemen budaya lainnya, seperti songket, rumah gadang, dan tempat sirih.
- Makna Benang Emas – Tokah dihiasi dengan sulaman benang emas di baju adat minang, yang melambangkan kemakmuran serta ketelitian dan ketekunan dalam pembuatan. Sulaman ini mencerminkan keuletan dan rasa keindahan tinggi yang dimiliki oleh perempuan Minangkabau.
- Peran Pengantin Perempuan – Pepatah yang mengiringi tokah juga menekankan bahwa pengantin perempuan akan menjadi pewaris harta pusaka keluarganya. Dalam budaya Minangkabau, harta pusaka tidak boleh diperjualbelikan kecuali dalam kondisi tertentu. Pengantin perempuan diharapkan menjaga dan mewarisi harta ini untuk generasi berikutnya.
Sunting dan Aksesoris Penganten (Hiasan Kepala)
Sunting adalah hiasan kepala yang dipakai oleh pengantin perempuan dan pengiringnya saat memakai baju adat minang dalam upacara pernikahan. Sunting diibaratkan sebagai bunga yang sedang mekar, melambangkan pengantin perempuan yang “dipersunting” atau dipetik oleh laki-laki.
Desain sunting Minangkabau terinspirasi oleh flora (bunga-bungaan) dan fauna (burung, ikan, kupu-kupu). Bunga pada sunting melambangkan perempuan yang disunting dan harus dirawat dengan penuh kasih sayang oleh suaminya.
Makna dan Filosofi dari Sunting:
- Lambang Kekuasaan dan Kemuliaan – Sunting juga sering dipadukan dengan mahkota, melambangkan pengantin perempuan sebagai “ratu sehari” yang memimpin rumah tangga. Warna emas dan kuning pada sunting melambangkan kekayaan, kekuasaan, dan kehidupan yang mulia.
- Warna Merah – Selain warna kuning, warna merah pada sunting melambangkan kekuatan dan keberanian, filosofi yang diharapkan memberikan kekuatan kepada pengantin perempuan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Baca Juga: Bercerita dengan Baju Adat Jawa Timur, Penuh Pesona Tradisi Indonesia
Baju Adat Minang Marapulai (Pengantin Laki-Laki / Pria)
Pakaian pengantin lelaki di Rantau Pesisir banyak dipengaruhi oleh budaya kolonial seperti Portugis, Belanda, dan Eropa. Namun, pakaian “marapulai” di baju adat minang tetap mempertahankan elemen tradisional dengan kombinasi samping, ikat pinggang, dan saluak (tutup kepala).
Baju Roki Dan Kelengkapannya
Pakaian pengantin lelaki atau marapulai terdiri dari beberapa bagian baju adat minang, yaitu celana, kemeja (hem), rompi, dan baju roki. Celana roki, yang terbuat dari bahan beledru atau saten, memiliki panjang sampai betis dan dihiasi dengan renda-renda emas pada ujungnya. Desainnya menyerupai celana kniebroek yang populer di Eropa pada abad ke-17 dan 18, dan sering dipakai oleh pejabat Belanda di Indonesia pada masa kolonial.
Berikut penjelasan masing-masingnya:
- Padanan Atas – Kemeja yang dipakai pada baju adat minang adalah kemeja putih berlengan panjang, meskipun kadang kemeja berwarna lembut seperti krem atau biru muda juga digunakan. Pada upacara pernikahan, kemeja putih dipadukan dengan sarung sutera Bugis, jas, dan peci sebagai penutup kepala.
- Rompi dan Baju Roki – Di atas kemeja, marapulai mengenakan rompi, yang terbuat dari bahan yang sama dengan celana atau baju roki, biasanya dari beledru atau sutra berwarna hijau atau merah. Rompi ini dihiasi dengan sulaman benang emas, yang mirip dengan sulaman pada pakaian pengantin perempuan. Di atas rompi, dipakai baju roki yang berbahan beledru berwarna merah, dihiasi dengan lempengan emas atau perak dalam motif flora dan fauna.
Hiasan Kepala dan Perhiasan
Saluak batimbo adalah tutup kepala yang digunakan oleh pengantin lelaki, terutama saat memakai baju adat minang di upacara perkawinan. Desainnya berlipit-lipit di bagian depan, melambangkan struktur berjenjang dari sistem kepemimpinan Koto Piliang, yaitu “bajanjang naik, batangga turun,” yang menunjukkan hirarki dalam kepemimpinan. Bagian atas saluak yang datar melambangkan sistem musyawarah dan mufakat yang diterapkan dalam konsep Laras Bodi Caniago, yang menekankan pentingnya kesepakatan bersama dalam pengambilan keputusan.
Samping dan Ikat Pinggang (Cawek)
Samping adalah sarung yang dikenakan oleh pengantin lelaki, terbuat dari songket balapak dan dipakai dari pinggang hingga lutut. Ukuran samping lebih pendek dibandingkan sarung yang biasa dipakai oleh pengantin perempuan. Sementara, ikat pinggang atau cawek juga dibuat dari songket balapak dan dilengkapi dengan rumbai-rumbai di kedua ujungnya. Cawek biasanya dihiasi dengan pending emas atau perak di atasnya.
Makna dan Filosofi dari Samping dan Cawek:
- Makna Adat dalam Samping – Pepatah yang mengiringi penggunaan samping menekankan pentingnya menjaga kebenaran dan norma adatyang terbagi menjadi dua jenis, yaitu adat nan babuhua mati (adat yang tidak bisa diubah) dan adat nan babuhua sentak (adat yang bisa diubah dengan mufakat). Kedua jenis adat ini harus dihormati dan diikuti oleh setiap anggota masyarakat. Warna merah kecoklatan pada samping dianggap sakral dan melambangkan keberanian serta kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin keluarga dalam menghadapi berbagai masalah.
- Cawek sebagai Lambang Tanggung Jawab – Cawek tidak hanya simbol pelengkap pakaian, tetapi juga melambangkan tanggung jawab lelaki Minangkabau untuk memelihara tidak hanya anak dan istri, tetapi juga anak kemanakan. Pepatah mengajarkan bahwa seorang mamak harus mengurus dan menjaga martabat serta kehidupan anak kemanakannya, tidak hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam hal moral dan pendidikan.
Keris
Keris di Minangkabau bukan sekadar senjata, melainkan lambang kekuasaan dan kebesaran. Keris umumnya dipakai oleh penghulu dalam upacara adat sebagai simbol kekuasaan, tetapi dalam upacara pernikahan, pengantin lelaki juga memakainya.
Pemakaian keris bahkan diatur oleh norma adat. Keris tidak boleh digunakan oleh sembarang orang, dan penggunaannya dalam upacara adat hanya diperbolehkan untuk penghulu dan pengantin lelaki.
Cara memakai keris juga memiliki aturan tersendiri, yaitu disisipkan di pinggang sebelah kiri dengan posisi hulu keris menghadap keluar, menunjukkan bahwa keris bukan untuk digunakan dalam perkelahian, melainkan sebagai simbol kepemimpinan.
Makna dan Filosofi dari Keris:
- Sebagai Lambang Kebenaran dan Kekuasaan – Dalam pepatah Minangkabau, keris dilambangkan sebagai senjata yang tajam tetapi tidak melukai sembarangan. Keris memiliki tuah yang turun dari langit, dipercayai mampu melawan kekuatan jahat dan melindungi pemakainya. Keris bukan sekadar benda, tetapi juga dianggap memiliki kekuatan magis dan spiritual yang berkaitan dengan kebenaran dan keadilan.
- Penggunaan dalam Pernikahan – Bagi pengantin lelaki, keris bukan hanya lambang fisik, tetapi juga simbol kepemimpinan dalam rumah tangga. Memakai keris dalam upacara perkawinan melambangkan kesiapan pengantin lelaki untuk memimpin keluarganya dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Perhiasan
Sementara itu, perhiasan yang dikenakan oleh pengantin lelaki tidak terlalu mencolok dan jumlahnya terbatas. Beberapa perhiasan yang dipakai, seperti pending (hiasan di atas ikat pinggang) dan kalung, sering kali jarang terlihat atau bahkan sudah jarang digunakan. Fokus utama dari penampilan pengantin lelaki lebih ditekankan pada hiasan busana daripada perhiasan yang berkilau.
Selain perhiasan, pengantin lelaki dilengkapi dengan perlengkapan lain, seperti salapah (tempat rokok) dan donsai (tempat tembakau atau sirih). Kedua aksesori ini biasanya diselipkan di pinggang pengantin lelaki, menambahkan kesan tradisional dan fungsional pada penampilan marapulai.
Baca Juga: Menggali Nilai Budaya dalam Baju Adat Riau yang Unik dan Istimewa
Nah, itu dia kelengkapan baju adat minang yang digunakan oleh pengantin laki-laki dan perempuan di ranah minang! Jika Knittopreneurs ingin mempelajarinya, atau berencana melangsungkan acara dengan konsep yang sama, semoga artikel dari Minto ini dapat membantu ya!
TOKO BAHAN KAOS KNITTO BANDUNG
Jl. Kebon Jukut No. 15, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Telepon: (022) 4214962
Jl. Holis No. 35, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Telepon : (022) 20589089
TOKO BAHAN KAOS KNITTO YOGYAKARTA
Jl. HOS Cokroaminoto 162A, Yogyakarta
Telepon : (0274) 5017513
TOKO BAHAN KAOS KNITTO SEMARANG
Jl. Jenderal Sudirman No. 300 – 302, Semarang
Telepon: (024) 760-728-5
TOKO BAHAN KAOS KNITTO SURABAYA
Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No 27, Surabaya (MERR)
Telepon: (031)5937700
Official WhatsApp: 082120003035
Email : [email protected]